
Pemerintah Israel secara resmi menyatakan kesiapan untuk mengakhiri perang berkepanjangan dengan Hamas di Jalur Gaza. Namun, kesiapan tersebut bukan tanpa syarat. Dalam pernyataan terbaru yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah dan pejabat tinggi pertahanan, Israel mengajukan beberapa poin utama yang harus dipenuhi sebagai syarat gencatan senjata permanen.
Pernyataan ini muncul setelah tekanan internasional yang terus meningkat, termasuk dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara Arab, yang mendesak agar konflik segera dihentikan demi menghindari jatuhnya korban sipil yang lebih banyak.
Dalam konferensi pers yang digelar di Tel Aviv, Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa gencatan senjata hanya bisa diwujudkan jika Hamas menyetujui tiga syarat utama, yaitu:
- Pembebasan seluruh sandera Israel yang masih ditahan di Gaza, termasuk perempuan, anak-anak, dan warga sipil.
- Pembubaran total kekuatan militer Hamas, baik dari segi persenjataan, terowongan, hingga kemampuan operasionalnya.
- Penyerahan kendali penuh atas Gaza kepada otoritas sipil yang netral dan bukan bagian dari kelompok bersenjata.
“Kami tidak menolak perdamaian. Tapi perdamaian hanya mungkin terjadi jika keamanan Israel dijamin sepenuhnya,” ujar salah satu pejabat Kementerian Pertahanan Israel. Syarat tersebut langsung menjadi perdebatan panas di berbagai forum internasional karena dianggap terlalu berat dan sulit dipenuhi dalam waktu singkat.

Di sisi lain, Hamas menolak syarat-syarat tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk “penyerahan sepihak”. Hamas bersikukuh bahwa gencatan senjata baru bisa dibahas jika:
- Serangan udara dan darat Israel dihentikan terlebih dahulu,
- Blokade terhadap Gaza dicabut,
- Warga Palestina diperbolehkan kembali ke wilayah mereka yang hancur.
Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat yang selama ini menjadi mediator dalam negosiasi gencatan senjata, menyebut bahwa kesenjangan antara kedua pihak masih terlalu jauh. Namun mereka tetap optimis akan ada titik temu jika kedua belah pihak menunjukkan niat politik yang kuat.
“Kami terus menjembatani komunikasi. Kedua pihak kelelahan. Dunia ingin perang ini berhenti,” kata seorang pejabat tinggi dari PBB.
Sejak konflik kembali memanas pada Oktober 2023, ribuan korban jiwa telah jatuh di kedua pihak, dengan mayoritas berasal dari warga sipil Palestina di Gaza. Infrastruktur penting seperti rumah sakit, sekolah, dan pusat pengungsian hancur akibat serangan udara.
Organisasi kemanusiaan internasional mencatat bahwa lebih dari 1,5 juta orang di Gaza kini mengungsi, sementara akses terhadap air bersih, listrik, dan makanan sangat terbatas. Bahkan, beberapa laporan menyebutkan bahwa kelaparan dan penyakit mulai menyebar di sejumlah kamp pengungsian.
Israel sendiri juga mengalami kerugian besar, baik dari sisi ekonomi, keamanan nasional, hingga tekanan politik dalam negeri.
Banyak negara mulai meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel agar bersedia melakukan gencatan senjata tanpa syarat yang terlalu berat. Presiden Amerika Serikat bahkan disebut telah beberapa kali berbicara langsung dengan PM Israel, meminta agar pendekatan lebih lunak dan kompromis dilakukan.
Beberapa negara Eropa juga mulai mempertimbangkan penghentian bantuan militer jika Israel terus menolak upaya damai.
Meski masih banyak perbedaan pandangan antara Israel dan Hamas, sejumlah analis politik menilai bahwa peluang gencatan senjata masih terbuka, terutama karena:
- Kelelahan tempur di kedua pihak, yang berdampak pada moral dan logistik,
- Tekanan global yang makin besar, termasuk dari masyarakat sipil dan organisasi kemanusiaan,
- Kepentingan ekonomi dan politik yang menghendaki stabilitas kawasan Timur Tengah.
Namun semuanya bergantung pada keinginan politik dari kedua belah pihak untuk menurunkan ego dan mendahulukan keselamatan warga sipil. vipqiuqiu99
Israel menyatakan kesiapannya untuk menghentikan perang, tetapi hanya jika tiga syarat utama dipenuhi: pembebasan sandera, pembubaran militer Hamas, dan pengelolaan Gaza oleh pihak netral. Di sisi lain, Hamas menolak syarat tersebut dan menuntut penghentian serangan terlebih dahulu.
Konflik masih jauh dari kata selesai, tapi tekanan internasional yang terus meningkat bisa menjadi katalis untuk mendorong kesepakatan damai yang lebih adil dan realistis. Dunia kini menanti, apakah perdamaian akan benar-benar terwujud atau kembali terhenti di meja perundingan.