Hasto Kristiyanto Beberkan Kasus Politis Pemecatan Jokowi dan Gibran Dari PDIP

Menjelang pemilihan umum 2024–2025, PDIP mengambil langkah tegas dengan memecat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, dari keanggotaan partai. Keputusan ini menarik perhatian publik dan memicu tafsir terkait motif politik di baliknya. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, memberikan penjelasan resmi dan menekankan alasan serta konsekuensi besar dari keputusan tersebut.

Jokowi dan Gibran secara resmi dinyatakan bukan lagi anggota PDIP sejak 22 April 2024, menyusul pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Sementara PDIP mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres. Keputusan ini mempertajam perpecahan politik dalam tubuh partai berlambang banteng tersebut.

Seiring berjalannya waktu, PDIP mengambil langkah tegas dan pada 17 Desember 2024 memecat secara resmi Jokowi, Gibran, dan beberapa kader lainnya karena dinilai melanggar disiplin partai dan memilih kubu lawan di Pilpres 2024.

Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa keputusan pemecatan bukan semata reaksi emosional, tetapi merupakan langkah strategis untuk menjaga ideologi partai dan kedisiplinan internal. Ia menyebut bahwa kader PDIP harus berada satu barisan dan mendukung calon resmi partai.

Hasto Kristiyanto

Lebih lanjut, ia menyatakan hal ini menunjukkan komitmen partai terhadap demokrasi dan konstitusi bahkan jika harus menyingkirkan tokoh sekelas presiden demi prinsip dasar partai.

Tidak berselang lama setelah pemecatan, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) terkait mantan caleg Harun Masiku. Hal ini menimbulkan kecurigaan dari sejumlah pihak, termasuk pengamat dan aktivis antikorupsi. Ray Rangkuti menilai penetapan Hasto sebagai tersangka tampak berbau politis, menyusul pemecatan Jokowi–Gibran hanya seminggu sebelumnya.

Pengamat dari PDIP juga menyebut ini sebagai bentuk penekanan politik melalui instrumen hukum. Mereka menyoroti bagaimana SPDP kasus disebarluaskan secara prematur, tanpa bukti baru yang signifikan, hingga berpotensi mengganggu stabilitas internal partai.

Sejumlah pengamat politik menilai belakangan ini KPK semakin sejalan dengan kekuasaan, dan hal ini diperkuat dengan sikap terkait kasus Hasto. Tuduhan soal politisasi hukum muncul, yaitu bahwa proses hukum digunakan untuk menekan tahanan politik.

Sementara itu, PDIP dan Hasto sendiri menyatakan akan menghormati proses hukum, namun tidak akan mundur dari garis perjuangan ideologis. Hasto bahkan menyampaikan bahwa tahanan terhadap kader PDIP bisa menjadi “taurat perjuangan ala Bung Karno” jika memang diperlukan. vipqiuqiu99

Pemecatan Jokowi dan Gibran dari PDIP bukan langkah sembarangan, melainkan strategi tegas menjaga ideologi partai. Namun, penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka KPK menimbulkan dugaan adanya balasan politik, yang mengubah dinamika partai dan menimbulkan narasi besar di ruang publik.

Kedua peristiwa ini saling berkaitan erat dan menjadi momen penting dalam menakar arah politik Indonesia ke depan: apakah konflik internal menjadi tanda kekuatan ideologis atau justru melemahkan.

Related Posts

Pengibaran Bendera One Piece di Indonesia, Begini Respon MPR

Fenomena viral pengibaran bendera “Jolly Roger” khas anime One Piece jelang perayaan HUT ke‑80 RI mengundang sorotan serius dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR, Firman…

DPR Minta Polisi Usut Kasus Keracunan Massal Makanan Bergizi Gratis di NTT

Insiden keracunan massal yang terjadi di salah satu sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur (NTT) setelah program pembagian makanan bergizi gratis menimbulkan keprihatinan luas termaksud DPR. Puluhan siswa dilarikan ke…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *