
Nama Nur Afifah Balqis menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang mengejutkan, Nur Afifah diketahui masih berusia sangat muda saat terlibat dalam pusaran kasus tersebut, menjadikannya sebagai koruptor termuda di Indonesia sejauh ini.
Perempuan kelahiran tahun 1999 ini terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan pejabat daerah dan anggota DPR RI. Kasus ini memicu perdebatan luas di masyarakat tentang peran anak muda dalam birokrasi dan politik, serta pentingnya pendidikan integritas sejak dini.
Nur Afifah Balqis ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan anggota DPR RI Fraksi Golkar, Amir Uskara, dan Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud. Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2022 lalu.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam bentuk rupiah dan valuta asing, serta barang-barang mewah yang digunakan untuk menyamarkan hasil korupsi.
Nur Afifah berperan sebagai pihak yang membantu menyamarkan aliran dana suap dengan cara menyimpan uang dalam rekening pribadinya sebelum diserahkan ke pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam konferensi pers, pihak KPK menyatakan bahwa meski usianya masih muda, Nur Afifah memiliki kesadaran penuh dalam keterlibatannya. Ia tidak hanya berperan sebagai perantara, tetapi juga turut memfasilitasi kegiatan pencucian uang dari hasil korupsi.
“Kami menyesalkan keterlibatan pelaku yang masih sangat muda. Ini menjadi peringatan penting bahwa korupsi tidak memandang usia,” ujar Wakil Ketua KPK saat itu. KPK juga menambahkan bahwa proses hukum terhadap Nur Afifah tetap berjalan sesuai prosedur, tanpa perlakuan khusus.

Nur Afifah didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Tipikor tentang penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau pihak terkait. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, ia menyampaikan permohonan maaf dan mengaku khilaf.
Namun, jaksa penuntut tetap menuntut hukuman berat sebagai bentuk efek jera, terutama mengingat perannya yang aktif dalam mendukung praktik korupsi. Hingga artikel ini diterbitkan, proses hukum terhadap Nur Afifah Balqis masih terus berjalan di pengadilan, dan publik menantikan vonis resmi yang akan dijatuhkan hakim.
Kasus ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Banyak yang menyayangkan bahwa generasi muda yang seharusnya membawa perubahan, justru ikut terjerumus dalam praktik korupsi.
Sejumlah pengamat hukum dan politik menilai bahwa kasus ini menjadi alarm penting bagi partai politik, lembaga pemerintahan, dan institusi pendidikan untuk memberikan pembekalan etika dan integritas secara lebih serius.
“Korupsi tidak lagi hanya soal jabatan tinggi, tapi sudah menyentuh lapisan usia yang sangat muda. Ini menunjukkan bahwa pencegahan harus dimulai dari pendidikan karakter sejak awal,” ujar Bambang Widjojanto, mantan pimpinan KPK.
Keterlibatan Nur Afifah Balqis dalam kasus korupsi menjadi pengingat bahwa siapa pun — tanpa memandang usia, jabatan, atau latar belakang — bisa terjerumus jika tidak memiliki prinsip dan integritas yang kuat. vipqiuqiu99
Kasus ini juga mendorong munculnya kembali wacana reformasi sistem perekrutan dan pengawasan kader partai politik, khususnya terkait peran anak muda di dalamnya.
Nur Afifah Balqis kini tercatat sebagai koruptor termuda di Indonesia, dan kasusnya menjadi perhatian besar publik. Meskipun usianya masih muda, tanggung jawab hukum tetap berlaku, dan proses persidangan akan menentukan masa depan hukumnya.
Lebih dari itu, kasus ini memberikan pelajaran penting bagi seluruh generasi muda untuk tidak tergoda oleh kekuasaan dan uang. Integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial harus menjadi pondasi utama dalam berkarier, terutama di dunia pemerintahan dan politik.